KRITIK DAN ESAI SASTRA: VEDAVYASA PANUTAN PARA KAWULA
Membicarakan tokoh pewayangan memang tidak akan ada habisnya. Di Indonesia memiliki beraneka ragam kisah pewayangan dan memiliki cirikhas tersendiri. Salah satu tokoh pewayangan yang dikenal adalah Begawan Abiyasa. Begawan Abiyasa memiliki gelar vedavyasa yang berarti orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi dari masa sebleumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda. Ia juga adalah penulis kisah Mahabharata. Dalam pewayangan Abyasa adalah tokoh yang dikenal sebagai sosok panutan, bijaksana dan tidak tertarik dengan hal duniawi. Sosok abiyasa tertuang dalam karya sastra yang ditulis oleh M. Shoim Anwar. Berikut ini puisi lengkapnya.
“Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”
Puisi: M Shoim Anwar
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja
Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata
Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
semua diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh langkah
Penghujung Desember 2020
Desember 2020
Puisi yang berjudul “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah” karya M. Shoim Anwar di atas menceritakan sosok Abiyasa. Ia adalah ayah dari Destrarastra dan Pandu, sekaligus kakek dari para Kurawa dan Pandawa. Berdasarkan puisi di atas Tokoh Abiyasa dapat dijadikan sebagi symbol atau penggambaran dari kebaikan manusia. Hal tersebut dapat kita temukan dalam semua bait puisi di atas. Seperti dalam bait berikut
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja
Pada bait pertama menggambarkan bahwa, Abiyasa merupakan sorang guru yang menjadi panutan banyak orang. Pada larik /ia adalah cagak yang tegak/ Menjelaskan jika Abiyasa memiliki pendirian yang kuat, karena sifat tersebutlah membuat ia dikenal sebagai orang yang tidak akan haus harta duniawi maupun iming-iming kekuasaan. Hal tersebut terlihat pada larik /tak pernah silau oleh gebyar dunia/tak/pernah ngiler oleh umpan penguasa/tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah/tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak/tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja/.
Pada bait kedua pengarang mencoba menggambarkan bagaiman tindak tanduk seorang Abiyasa. Dapat dilihat dalm bait berikut.
Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata
Pada bait kedua tersebut menggambarkan bagaiman sikap dan perilaku yang tercerminkan pada sosok Abiyasa. Ia adalah sosok yang amanah, sopan dalam bertutur kata, murah senyum, dan bijaksana.
Pada bait ketiga Abyasa adalah sosok yang berwibawa sehingga, tidak ada yang berani menjadikannya sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan, karena abiyasa bersifat netral dan tidak suka memihak. Dapat dilihat dalam berikut.
Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Pada bait keempat menggambarkan sosok Abyasa sebagai orang yang bijaksana, tidak pamrih dalam berbagi pengetahuan, mengajarkan untuk tidak pernah menyerah, dan selalu berdoa saat melakukan segala apa yang diinginkan. Dapat dilihat dalam bait berikut.
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
semua diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh langkah
Berdasarkan makna dari bait-bait puisi Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah di atas jika dihubungkan dengan kehidupan saat ini, Abyasa dalam kenyataan saat ini seperti seorang guru, pendidik, ataupun, para ulama. Mereka menjadi panutan dan dihormati banyak orang karena kebijaksanaan. Tidak hanya itu, mereka juga mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan atas apa yang mereka ajarkan.
Dapat dilihat jika, Puisi yang terdiri dari 4 bait dan 29 baris berjudul Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah memiliki makna yang mendalam. Bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh para pembaca. Selain itu, puisi tersebut ditulis dengan setiap barisnya berima a, dan akan terdengar menarik saat dibaca karena keselarasana dari rima yang digunakan.
Komentar
Posting Komentar