KRITIK DAN ESAI SASTRA: DI BALIK TOPENG DURSASANA

 

                                       Sumber gambar:pinterest


Kisah pewayangan menjadi salah satu kisah yang paling banyak dikenal luas masyarakat Indonesia, salah satunya Mahabharata. Mahabharata mengisahkan lima Pandawa yang terkenal dengan watak baiknya dan seratus Kurawa yang dikenal dengan watak jahatnya. Kisah Mahabharata ini diakhiri dengan perang bharatayuda yang dimenangkan oleh Pandawa. Dari kisah Mahabharata ini kita semua tahu bagaimana licik dan kejamnya Kurawa demi kekuasaan untuk merebut tahta. Mereka berlomba-lomba menduduki kekuasaan, tanpa memikirkan penderitaan orang lain. Meskipun Pandawa banyak mengalami penderitaan akibat Kurawa namun pada akhirnya mereka mendapat kemenangan.

Kisah pewayangan tersebut menarik untuk dijadikan sebuah ide dalam menciptakan karya sastra. Salah satunya dalam puisi berjudul Dursasana Peliharaan Istana karya M. Shoim Anwar. Beliau adalah seorang sastrawan Indonesia sekaligus dosen di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya yang karyanya banyak dimuat baik itu media cetak ataupun media online. Menariknya, salah satu karya terbarunya memasukkan tokoh pewayangan dalam puisinya yang tidak lain adalah Dursasana, adik dari pemimpin Kurawa Duryudana. Berikut ini puisi terbaru dari beliau.

DURSASANA PELIHARAAN ISTANA

Karya M. Shoim Anwar

 

Dursasana adalah durjana peliharaan istana
tingkahnya tak mengenal sendi-sendi susila
saat masalah menggelayuti tubuh negara  
cara terhormat untuk mengurai tak ditemukan jua
suara  para kawula melesat-lesat bak anak panah
suasana kelam  bisa  meruntuhkan penguasa
jalan pintas pun digelindingkan roda-roda gila
dursasana  diselundupkan untuk memperkeruh suasana
kayak jaka tingkir menyulut kerbau agar menebar amarah
atau melempar sarang lebah agar penghuninya tak terima 
lalu istana punya alasan menangkapi mereka
akal-akalan purba yang telanjang menggurita
saat panji-panji negara menjadi slogan semata
para ulama  yang bersila di samping raja
menjadi penjilat pantat yang paling setia    
sambil memamerkan para pengikut yang dicocok hidungnya
 
Lihatlah  dursasana
di depan raja dan pejabat istana
lagak polahnya seperti paling gagah
seakan hulubalang paling digdaya
memamerkan segala kebengalannya
mulut lebar berbusa-busa
bau busuk berlompatan ke udara
tak bisa berdiri  tenang atau bersila sahaja 
seperti ada kalajengking mengeram di pantatnya  
meracau mengumbar kata-kata
raja manggut-manggut melihat dursasana
 
teringat ulahnya saat menistakan wanita
pada perjudian mencurangi  tahta
sambil berpikir memberi tugas selanjutnya
 
Apa gunanya raja dan pejabat istana
jika menggunakan jasa dursasana untuk menghina
merendahkan martabat para anutan kawula
menista agama dan keyakinan para jamaah  
dursasana dibayar  dari  pajak kawula dan utang negara
akal sehat   tersesat di selokan belantara  
otaknya jadi sebatas di siku paha
digantikan syahwat kuasa menyala-nyala 
melupa sumpah yang pernah diujarnya 
para penjilat berpesta pora
menyesapi cucuran keringat para kawula  
 
Apa gunanya raja dan pejabat istana
jika tak mampu menjaga citra  negara
menyewa dursasana untuk menenggelamkan kawula
memotong lidah dan menyurukkan ke jeruji penjara
berlagak seperti tak tahu apa-apa
menyembunyikan tangan usai melempar bara
ketika angkara ditebar dursasana
dibiarkan jadi  gerakan bawah tanah 
tak tersentuh hukum  karna berlindung di ketiak istana
 
Dursasana yang jumawa
di babak  akhir baratayuda
masih juga hendak membunuh bayi tak berdosa
lalu pada wanita yang pernah dinista kehormatannya
ditelanjangi dari kain penutup tubuh terhormatnya
ingatlah, sang putra memendam luka membara
dia bersumpah akan memenggal leher dursasana hingga patah
mencucup darahnya hingga terhisap sempurna   
lalu si ibu yang tlah dinista martabatnya
hari itu melunasi janjinya:  keramas  dengan darah dursasana

 

                                                                                                      Surabaya, 2021

 

Puisi di atas menjadi salah satu diantara banyaknya karya sastra yang ditulis oleh M. Shoim Anwar. Kali ini karya sastra beliau menjadikan tokoh pewayangan Dursasana sebagai tokoh kunci dalam puisi di atas. Dursasana merupakan tokoh pewayangan antagonis dari kisah Mahabharata. Ia merupakan putra dari Raja Destarasta dengan dewi Gandari sekaligus adik dari Duryodana. Dursasana dikenal sebagai kurawa kedua dari seratus kurawa. Dursasana memiliki sifat sombong, sewenang-wenang, suka menghina dan menggoda wanita.

Dursasana dalam puisi tersebut dapat disamakan dengan peristiwa ataupun situasi yang terjadi saat ini dimana banyak orang yang ingin menduduki kekuasaan dengan menghalalkan berbagai cara termasuk mengorbankan hak-hak orang lain. Seperti yang diceritakan dalam puisi dursasana karya M. Shoim yang mengisahkan betapa lalimnya seseorang demi mendapatkan kepuasan dunia. Keburukan tersebut tergambarkan dalam bait berikut.

dursasana dibayar  dari  pajak kawula dan utang negara

akal sehat   tersesat di selokan belantara  

otaknya jadi sebatas di siku paha

digantikan syahwat kuasa menyala-nyala 

melupa sumpah yang pernah diujarnya 

para penjilat berpesta pora

menyesapi cucuran keringat para kawula

Berdasarkan kutipan bait puisi Dursasana Peliharaan Istana di atas menunjukkan bagaimana Dursasana menjadi simbol dari keburukan yaitu seseorang lupa akan janji kepada rakyat yang telah percaya saat telah berhasil menduduki kursi kekuasaan. Padahal bayaran mereka dari hasil pajak uang rakyat. Hati nurani dan empati telah hilang, mereka sibuk berpesta menikmati kemewahan tanpa memikirkan orang-orang yang menaruh kepercayaan kepadanya.  Sesuai dengan sifat Dursasana yang suka sewenang-wenang dan berbuat curang. Cerita dari bait puisi tersebut jika dilihat pada kondisi saat ini memang benar adanya, karena masih banyak manusia-manusia yang memiliki jabatan ingkar dan melupakan janji yang pernah diucapkan.

Selain itu, puisi di atas menggambarkan kekejian terhadap kaum perempuan dengan merendahkan martabat mereka. Seperti dalam kutipan larik /lalu pada wanita yang pernah dinista kehormatannya/ditelanjangi dari kain penutup tubuh terhormatnya/. Larik tersebut terjadi pada saat Kurawa memaksa Pandawa untuk menjadikan Drupadi jaminan bermain judi. Kelicikan para Kurawa menyebabkan kemalangan Pandawa, mereka kalah dan Drupadi mengalami peristiwa keji yang dilakukan oleh kurawa yaitu dilucuti pakaiannya. Kekejian itu dilakukan tidak lain oleh Dursasana. Dari peristiwa ini pengarang ingin menyampaikan jika Dursasana adalah tokoh antagonis yang tidak menghormati wanita. Dan hingga saat inipun banyak Dursasana-dursasana di dunia nyata yang menyebabkan maraknya kasus pelecehan seksual pada wanita. Tetapi pada akhirnya Dursasana harus menghadapi karma, ialah hukuman untuk segala kekejiannya. Sesuai dengan kondisi di dunia nyata, jika yang bersalah akan mendapat hukuman.

Terlepas dari makna yang begitu mengagumkan tersebut, kelebihan lain dari puisi Dursasana Peliharaan Istana yaitu dari segi penulisan. Puisi tersebut ditulis dengan bahasa lugas dan langsung tanpa menghilangkan keindahan dari pilihan kata yang digunakan. Pengarang mampu menghidupkan susana yang diceritakan dalam pusi tersebut. Kata-kata yang digunakan tidak sulit untuk dipahami sehingga pembaca mampu memahami makna yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

 

 

Sumber refrensi

Wikipedia.id/dursasana/

 

 

Komentar

Postingan Populer