KRITIK DAN ESAI SASTRA: DI BALIK TOPENG DURSASANA
Sumber gambar:pinterest
Kisah pewayangan menjadi salah satu kisah yang paling
banyak dikenal luas masyarakat Indonesia, salah satunya Mahabharata. Mahabharata
mengisahkan lima Pandawa yang terkenal dengan watak baiknya dan seratus Kurawa
yang dikenal dengan watak jahatnya. Kisah Mahabharata ini diakhiri dengan
perang bharatayuda yang dimenangkan oleh Pandawa. Dari kisah Mahabharata ini
kita semua tahu bagaimana licik dan kejamnya Kurawa demi kekuasaan untuk
merebut tahta. Mereka berlomba-lomba menduduki kekuasaan, tanpa memikirkan
penderitaan orang lain. Meskipun Pandawa banyak mengalami penderitaan akibat Kurawa namun pada akhirnya mereka mendapat kemenangan.
Kisah
pewayangan tersebut menarik untuk dijadikan sebuah ide dalam menciptakan karya
sastra. Salah satunya dalam puisi berjudul Dursasana
Peliharaan Istana karya M. Shoim Anwar. Beliau adalah seorang sastrawan
Indonesia sekaligus dosen di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya yang karyanya
banyak dimuat baik itu media cetak ataupun media online. Menariknya, salah satu
karya terbarunya memasukkan tokoh pewayangan dalam puisinya yang tidak lain
adalah Dursasana, adik dari pemimpin Kurawa Duryudana. Berikut ini puisi terbaru
dari beliau.
DURSASANA
PELIHARAAN ISTANA
Karya
M. Shoim Anwar
Surabaya, 2021
Puisi di atas menjadi salah satu diantara banyaknya
karya sastra yang ditulis oleh M. Shoim Anwar. Kali ini karya sastra beliau menjadikan
tokoh pewayangan Dursasana sebagai tokoh kunci dalam puisi di atas. Dursasana
merupakan tokoh pewayangan antagonis dari kisah Mahabharata. Ia merupakan putra
dari Raja Destarasta dengan dewi Gandari sekaligus adik dari Duryodana.
Dursasana dikenal sebagai kurawa kedua dari seratus kurawa. Dursasana memiliki
sifat sombong, sewenang-wenang, suka menghina dan menggoda wanita.
Dursasana dalam puisi tersebut dapat disamakan dengan
peristiwa ataupun situasi yang terjadi saat ini dimana banyak orang yang ingin
menduduki kekuasaan dengan menghalalkan berbagai cara termasuk mengorbankan
hak-hak orang lain. Seperti yang diceritakan dalam puisi dursasana karya M.
Shoim yang mengisahkan betapa lalimnya seseorang demi mendapatkan kepuasan
dunia. Keburukan tersebut tergambarkan dalam bait berikut.
dursasana
dibayar dari pajak kawula dan utang negara
akal
sehat tersesat di selokan
belantara
otaknya
jadi sebatas di siku paha
digantikan
syahwat kuasa menyala-nyala
melupa
sumpah yang pernah diujarnya
para
penjilat berpesta pora
menyesapi
cucuran keringat para kawula
Berdasarkan kutipan bait puisi Dursasana Peliharaan Istana di atas
menunjukkan bagaimana Dursasana menjadi simbol dari keburukan yaitu seseorang
lupa akan janji kepada rakyat yang telah percaya saat telah berhasil menduduki
kursi kekuasaan. Padahal bayaran mereka dari hasil pajak uang rakyat. Hati
nurani dan empati telah hilang, mereka sibuk berpesta menikmati kemewahan tanpa
memikirkan orang-orang yang menaruh kepercayaan kepadanya. Sesuai dengan sifat Dursasana yang suka
sewenang-wenang dan berbuat curang. Cerita dari bait puisi tersebut jika
dilihat pada kondisi saat ini memang benar adanya, karena masih banyak manusia-manusia
yang memiliki jabatan ingkar dan melupakan janji yang pernah diucapkan.
Selain itu, puisi di atas menggambarkan
kekejian terhadap kaum perempuan dengan merendahkan martabat mereka. Seperti
dalam kutipan larik /lalu pada wanita
yang pernah dinista kehormatannya/ditelanjangi dari kain penutup tubuh
terhormatnya/. Larik tersebut terjadi pada saat Kurawa memaksa Pandawa
untuk menjadikan Drupadi jaminan bermain judi. Kelicikan para Kurawa
menyebabkan kemalangan Pandawa, mereka kalah dan Drupadi mengalami peristiwa
keji yang dilakukan oleh kurawa yaitu dilucuti pakaiannya. Kekejian itu dilakukan
tidak lain oleh Dursasana. Dari peristiwa ini pengarang ingin menyampaikan jika
Dursasana adalah tokoh antagonis yang tidak menghormati wanita. Dan hingga saat
inipun banyak Dursasana-dursasana di dunia nyata yang menyebabkan maraknya
kasus pelecehan seksual pada wanita. Tetapi pada akhirnya Dursasana harus
menghadapi karma, ialah hukuman untuk segala kekejiannya. Sesuai dengan kondisi
di dunia nyata, jika yang bersalah akan mendapat hukuman.
Terlepas dari makna yang begitu
mengagumkan tersebut, kelebihan lain dari puisi Dursasana Peliharaan Istana yaitu dari segi penulisan. Puisi tersebut ditulis dengan bahasa lugas
dan langsung tanpa menghilangkan keindahan dari pilihan kata yang digunakan.
Pengarang mampu menghidupkan susana yang diceritakan dalam pusi tersebut.
Kata-kata yang digunakan tidak sulit untuk dipahami sehingga pembaca mampu
memahami makna yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
Sumber
refrensi
Wikipedia.id/dursasana/
Komentar
Posting Komentar