KRITIK DAN ESAI SASTRA: MENGUAK SISI LAIN NEGERI INI DARI LIMA CERPEN KARYA M. SHOIM ANWAR
Indonesia adalah negara yang sangat kaya dan memiliki berbagai macam keindahan di dalamnya. Namun, sudah menjadi rahasia umum jika sisi lain dari negeri ini begitu banyak kasus dan pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi. Banyak sekali terjadi pelanggaran dari kalangan atas hingga bawahannya. Penyelewengan-penyelewengan terjadi ditengah pemerintah dan wakil-wakil rakyat. Sebagian memang sudah terungkap dan sebagian lagi mungkin belum dan kita tidak akan pernah tahu seberapa besar sisi gelap negeri ini.
Peristiwa-peristiwa
yang terjadi banyak tersaji dalam empat cerpen karya M. Shoim Anwar. yang
berjudul Sorot Mata Syaila, Tahi Lalat, Sepatu Jinjit Aryanti, Bambi dan
Perempuan Berselendang Baby Blue, dan Jangan ke Istana Anakku. Kelima cerpen
tersebut memiliki tema yang hampir sama yaitu kritik sosial dimana ceritanya menyajikan segelintir sisi
gelap dari negeri kita tercinta. M. Shoim Anwar adalah sastrawan dan dosen di
Surabaya, doktor bidang pendidikan bahasa dan sastra, sekaligus dosen di
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya yang karyanya banyak dimuat baik itu media
cetak ataupun media online.
Pada
cerpen pertama yang berjudul Sorot Mata Syaila menceritakan seorang laki-laki
yang sedang transit di bandara Abu Dhabi. Di sana ia bertemu dengan seorang
wanita dari Pakistan yang bernama Syaila, lelaki tersebut tertarik dengan Syaila
karena parasnya yang cantik tidak sengaja Syaila ini tertidur saat duduk di
samping lelaki tersebut. Di samping kisah ketertarikan tersebut, diceritakan
pula jika laki-laki tersebut adalah seorang buronan dari negaranya.
Dalam
cerpen Sorot Mata Syaila tersebut
penulis menyelipkan beberapa kasus-kasus atau sisi lain dari negeri ini melalui
narasi yang ada di dalam cerpen tersebut. Salah satunya lelaki ini yang buron
dan kabur ke luar negeri untuk menghindari proses hukum, terlihat dari kutipan
berikut.
Sekarang
aku berpikir persoalanku sendiri. Aku berharap penerbanganku terlambat, bila perlu
ditunda dalam waktu yang panjang. Alasan melaksanakan ibadah ke Tanah Suci dan
ziarah ke makam nabi-nabi sudah kulalui. Semua itu aku lakukan untuk
memperlambat proses hukum sambil mencari terobosan lain, termasuk sengaja tidak
hadir saat dipanggil untuk diperiksa penyidik.
Dari
kutipan tersebut pembaca akan tahu, bagaimana cara licik yang ada dipikiran
seorang ingin lari dari kejaran hokum. Seperti kasus-kasus di negeri kita ini,
beberapa kali kita mungkin melihat di berita jika ada seorang pejabat yang
kabur ke luar negeri untuk menghindari proses hokum. Tetapi tidak hanya pergi
ke luar negeri, dalam cerpen tersebut juga diceritakan kelakuan-kelakuan tak
masuk akal pun sering dilakukan demi menghindari proses hukum, misal seperti
kasus salah satu pejabat yang menabrakkan diri ke tiang listrik untuk
menghindari panggilan persidangan ataupun yang pura-pura sakit saat prose
persidangan sedang berlangsung, seperti dalam kutipan berikut.
Bagiku,
pergi melakukan ibadah ke Tanah Suci jauh lebih baik daripada pura-pura sakit
ketika diproses secara hukum. …. Setiap orang punya cara sendiri-sendiri.
Termasuk minta diselimuti dan diinfus di rumah sakit kayak orang mau mati.
Pura-pura kecelakaan nabrak tiang listrik juga biarlah. Pura-pura mencret akut
saat sidang juga ada.
Dari
kutipan tersebut, saya yakin jika penulis mengikuti perkembangan kasus-kasus para
pejabat di negeri kita. Kutipan tersebut menggambarkan borok para penguasa yang
sudah terlibat kasus, tapi tak mau bertanggung jawab dengan perbuatannya
sendiri, sehingga segala cara pun rela dipilih untuk menghindari hukuman.
Selain itu, cara curang lain dilakukan yaitu menyusun skenario dan melibatkan
orang dalam untuk menghindari proses hukum. Dalam cerpen Sorot Mata Syaila diceritakan jika lelaki tersebut bekerjasama
dengan orang-orang yang yang berhubungan dengan hukum untuk membuat skenario
agar ia tidak tertangkap, bahkan keluarganya sendiri pun masuk dalam skenario
tersebut. Kondisi yang terjadi pada laki-laki tersebut membuktikan bahwa hukum
di negeri ini masih sangat lemah dan jauh dari kata adil mereka yang punya
kekuasaan dan banyak orang dalam maka akan lolos dari hukum.
Selain Sorot Mata Syaila, cerpen Tahi Lalat menjadi salah satu cerpen karya M. Shoim Anwar yang menyajikan kritik sosial di dalam jalan ceritanya. Menariknya kritik sosial tersebut diceritakan begitu apik dengan dibumbui peristiwa yang membuat pembacanya ikut penasaran yaitu kontroversi mengenai tahi lalat di dada istri Pak Lurah.
Pada cerpen kedua yang berjudul Tahi Lalat, dalam cerpen tersebut menceritakan tokoh 'Aku' yaitu salah satu masyarakat desa yang dipimpin seorang lurah dengan banyak kontroversi, salah satunya letak tahi lalat di dada istrinya. tak hanay soal istri Pak Lurah, tapi juga tentang Pak Lurah yang diam-diam bekerjasama dengan seseorang yang ingin membangun perumahan di desa tersebut, yang berakibat pembebasan lahan milik warga secara paksa seperti dalam kutipan kalimat 'Entah mengapa Pak Lurah dan perangkatnya tak peduli dengan situasi itu. pak Lurah justru tampak akrab dan sering keluar bareng dengan mobil pengembang perumahan itu.'
Penulis
ingin menunjukkan bagaimana kondisi yang biasa terjadi pada masyarakat seperti
yang diceritakan dalam cerpen Tahi Lalat
tersebut. Saat ini banyak lahan-lahan pertanian yang berkurang karena dijadikan
perumahan, pabrik, maupun pusat perbelanjaan. Masyarakat desa diiming-imingi
dengan uang dan janji kesejahteraan. Hal itu juga tidak lepas dari kerja sama
antara pihak desa dengan mafia tanah. Masyarakat didesak dan dipaksa untuk
menjual tanah mereka, bahkan tak jarang ancaman pun dilontarkan demi kelancaran
terwujudnya ide mereka. Kondisi ini tercermin dalam kutipan cerpen berikut.
Jujur
kukatakan, Pak Lurah juga sering menggunakan cara-cara kotor. Selama menjabat,
tidak sedikit warga yang kehilangan sawah ladang dan berganti dengan perumahan
mewah. Warga yang tinggal di tempat strategis, melalui perangkat desa Pak
Bayan, dirayu untuk menjual tanahnya dengan harga yang lumayan mahal. Begitu
tanah-tanah yang strategis itu terlepas dari pemiliknya, Pak Lurah semakin
gencar membujuk yang lain dengan cara memanggilnya ke kantor kelurahan.
Cerpen Sepatu Jinjit Aryanti menceritakan tokoh Aku dan Ariyanti yang
sedang lari dan sembunyi. Tokoh Aku adalah seorang bawahan yang diperintahkan
untuk menyembunyikan Ariyanti. Pada cerpen tersebut diceritakan jika mereka tak
bisa berbuat apa-apa, sebagai orang bawah tidak bisa melawan seorang penguasa
yang dianggap memiliki posisi kuat. Mereka dijadikan sebagai alat untuk
menutupi keburukan-keburukan yang dilakukan oleh seseorang dan dilibatkan
secara paksa. Seperti dalam kutipan berikut.
Beberapa
jurus dia terdiam. Mungkin mengingat detik-detik terakhir ketika dia
diperintahkan, tepatnya dipaksa, untuk menjebak lelaki yang telah banyak
memberinya kesenangan dan keuntungan. Lelaki berumur itu telah menjadi sasaran
karena dia mengetahui banyak borok yang dilakukan para pembesar. Kalau lelaki
ini bisa diberesi, maka ada pihak-pihak lain dalam lingkarannya yang bisa di
kambing hitamkan sesuai skenario yang dibuat. Dengan demikian borok itu tak
jadi diusut. Ibarat pewayangan, ketika Durna dan Sengkuni bersekongkol, maka
jadilah semua itu.
Dari kutipan tersebut menunjukkan jika berbagai
cara kotor rela dilakukan demi menutupi perbuatan bejat yang dilakukan oleh
mereka yang berkuasa. Mereka yang berbuat tapi tidak mau bertanggung jawab.
Cerpen
Bambi Dan Perempuan Berselendang Baby
Blue menceritakan tokoh bernama Anik,
ia pergi ke klub malam untuk menemui kenalannya yang seorang hakim bernama Bambi.
Anik menemui Bambi untuk membicarakan alasan mengapa Bambi tidak memenangkan
kasusnya, tetapi Bambi malah asik bermesraan dengan wanitanya, Miske. Sisi lain
yang terungkap dalam cerpen ini yaitu, tokoh Anik yang berbuat curang demi
memenangkan sebuah kasus di persidangan ia menyuap seorang hakim, seperti dalam
kutipan berikut.
“Tapi
mengapa dulu kamu mendorong-dorong aku agar menggugat perkara itu. Kamu
panas-panasi aku. kamu menjanjikan akan memenangkan aku. Terus untuk apa kamu
minta uang segitu banyak
yang katany auntuk minta tolong pada anggota majelis lainnya? Kau bagikan pada
siapa saja uang itu? Atau kau nikmati sendiri?”
Melalui
cerpen tersebut pembaca akan mengerti sudah menjadi kebiasaan negatif, jika
petinggi hukum sendiri banyak yang terjerat masalah hukum. Dari cerpen
tersebut kita tahu sosok hakim yang dipandang berwibawa di pengadilan dan
seharusnya bersikap adil dalam memutuskan, tak lebih hanya seorang lelaki hidung
belang dan tidak segan untuk menerima suap demi permintaan klien agar kasusnya
menang, seperti dalam kutipan ‘Bambi ternyata suka
membakar-bakar orang agar berperkara di pengadilan, terutama yang terkait
perkara perdata. Mereka yang posisinya kuat dan dinilai akan menang didekati
oleh Bambi, dirayu dan dimenangkan di pengadilan. Tentu saja, kata Devira,
tidak ada yang gratis. Yang dimintai uang itulah yang dimenangkan.’
Cerpen
Jangan Ke Istana, Anakku, menceritakan seorang penjaga istana yang telah
mengalami banyak penderitaan saat ia bertugas di istana, seperti dalam kutipan
‘Aku
adalah bagian dari pasukan penjaga istana. Tak boleh basa-basi pada siapa pun
di sana. Tata cara tertulis dengan tinta yang tak mungkin diubah. Kaku kayak
tembaga. Aku harus berdiri tegak seperti patung di gerbang tugas.’.
Diceritakan jika istri dan anaknya diambil istana untuk dijadikan sebagai wadal
atau tumbal di sumur. Dari cerpen tersebut membuktikan jika banyak rakyat yang
masih menderita karena kebijakan yang dilakukan istana. Mereka sebagai petinggi
istana bebeas membuat kebijakan tanpa memikirkan dampak bagi rakyatnya. Seperti
kenyataan saat ini, banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah yang
dinilai tidak adil dan merugikan rakyat.
Dari
kelima cerpen tersebut sedikit banyak telah menyisipkan berbagai persoalan
negeri ini, dari kasus hukum, politik, korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dari
kelima cerpen itu pula kita tahu jika banyak sekali penguasa yang melakukan segala
cara demi tercapainya sesuatu yang dikehendaki, tidak peduli cara tersebut
merugikan dan berdampak tidak baik pada orang lain. Mulai dari cerpen Sorot Mata Syaila, dimana tokoh Aku
kaburr ke luar negeri dan menyusun scenario untuk menghindari hukuman. Hal
tersebut melibatkan keluarga dan berdampak tidak baik pada keluarganya sendiri.
Pada cerpen Tahi Lalat, seorang
pemimpin yaitu Pak Lurah bekerjasama dengan kaum cukong untuk mendapat
keuntungan dengan cara memaksa warga agar menyerahkan lahannya demi terwujudnya
pembangunan perumahan. Pada cerpen Sepatu
Jinjit Aryanti, bahwa orang yang sudah buta dengan kekuasaan akan
menghalalkan segala cara demi tujuannya. Pada cerpen Bambi dan Perempaun Berselendang Baby Blue menunjukkan kecurangan yang terjadi di pengadilan, di mana seorang hakim bisa disuap demi memenangkan
persidangan. Pada cerpen Jangan ke
Istana, Anakku menunjukkan jika penguasa dapat menjadi orang paling kejam
tanpa peduli nasib rakyatnya.
Penulis
menjadikan persoalan-perssoalan tersebut sebagi ide cerita agar masyarakat luas
tahu dan menyadari jika negeri ini masih belum baik-baik saja. Banyak cara-cara
licik yang dimainkan demi menutupi borok-borok para penguasa. Persoalan dalam kelima
cerpen karya M. Shoim Anwar tersebut menjadi cerminan kenyataan yang memang
benar-benar terjadi di negeri ini
Dari
segi judul, empat cerpen tersebut memiliki judul yang unik dan menarik. Pembaca
tidak akan mengira jika isi dari kelima cerpen tersebut mengandung cerita yang
berhubungan dengan kritik sosial. Penulis sangat pintar dalam menyamarkan
persoalan sosial itu sendiri, sehingga menjadi alur yang tak terduga. Ide
cerita kritik sosial dikemas dengan menarik, tidak hanya melulu tentang
masalah-masalah di negeri ini, tetapi juga dibumbui dengan alur cerita dan
latar ceritanya dekat dengan kondisi masyarakat.
Dari
segi cerita, kelima cerpen tersebut memiliki jalan cerita yang menarik dan
tidak mudah ditebak alurnya. Pembaca akan dibuat penasaran bagaimana cerita itu
akan berakhir nantinya, tetapi di akhir cerita penulis menciptakan ending
dengan cerita yang menggantung. Pembaca seakan dibuat agar ikut penasaran dan
berfikir bagaimana ending cerita tersebut. Misalnya pada cerpen Sorot Mata Syaila yang berakhir tokoh
laki-laki melihat keluarganya disiksa. Seperti dalam kutipan ‘Aku berusaha meyakinkan diri. Ini
bukan mimpi atau sekadar ilusi’. Keadaan
itu tidak jelas karena tidak dijelaskan apakah peristiwa tersebut benar-benar
nyata atau hanya mimpi tokoh laki-laki yang tertidur di bandara. Pada cerpen Sepatu Jinjit Ariyanti, tidak dijelaskan
bagaimana nasib dari tokoh Bapak dan Ariyanti setelah menaiki pesawat.
Komentar
Posting Komentar