PUISI BALADA: PUJANGGA DAN PERUPA
PUJANGGA DAN PERUPA
Karya Roikhatuz Zahroh
Sarayu senja mengarak mega menyusuri cakrawala
Sampailah pada romansa seorang Pujangga dan Perupa
Mematri segala ketidaktahuan antara dua jiwa tak saling tatap mata
Buana rasa sengaja disembunyikan dalam bilik-bilik hati dan logika
Membawa rahasia yang melapuk dan menjerat dunia kecilnya
Di awal temu, Pujangga suarakan eloknya syair di bawah gedung-gedung megah
Membawa riuh manusia-manusia penikmat senja
Meja-meja kayu berjejer rapi, kopi hitam tersaji. Sedang aroma cengkeh menguar dengan pekatnya
Bagai bayangan, sepasang mata hadir menyaksikan
Ialah si Perupa yang melupa pada akhirnya
Satu waktu datang menyela
Semesta pertemukan kembali dua jiwa dengan cara tak terduga
Membawa kepingan harsa yang lambat laun terbentuk sempurna
Di sisi lain bencana hadir dalam setiap degupan jantung yang tercipta
Ibarat badai menghantam tepat dimana rasa bekerja
Si Pujangga menghilang, sembunyi dalam ketidakpastian
Si Perupa menduga-duga, “kapan kita bersua? Waktuku habis untuk menerka, bahkan kicauan burung ikut menertawakanku di atas sana.”
Hampa melanda, denting jam melambat, sisakan rindu untuk dinikmati seorang diri
Di tengah derai gerimis, sebuah getir tercipta akibat adorasi hati
Pantaskah merasa? Sedang Perupa ini hanya bayangan di kala senja
Suatu masa, seorang Tuan bercerita, “Si Pujangga itu sedang ada di lembah rana, tuntaskan janji lama yang sembunyi dalam asanya.”
“Benarkah? Maka Perupa ini siap menggoreskan asa dan doa pada kanvas putih-Nya."
Nyatanya, tak ada pedar di setiap jejak rasa yang tersisa
Mungkinkah hati sedang berkonspirasi dengan logika?
Demi buana rasa begitu megahnya, tanpa ada lara dan duka
Sidoarjo, 2020
Komentar
Posting Komentar