KRITIK DAN ESAI SASTRA: SULASTRI DAN EMPAT LELAKI

 

Sumber gambar: pinterest



Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki adalah salah satu karya yang ditulis oleh M. Shoim Anwar. Beliau lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang, Jawa Timur. Setamat dari SPG di kota kelahirannya, dia melanjutkan pendidikan ke IKIP Surabaya Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kemudian diteruskan ke Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya untuk S-2 dan S-3. Dia pernah mengajar di SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Dia juga pernah mengasuh acara sastra di radio (RKPD Jombang), anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur, ketua komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur, dan redaktur majalah kebudayaan Kali Mas dan Kidung.

Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki adalah cerpen yang menarik. Penulis mengisahkan polemik yang dihadapi oleh seorang TKI yang tengah berjuang kembali ke negaranya. Dalam cerpen tersebut menunjukkan bagaiman keadaan yang dialami oleh TKI yang kurang beruntung. Sampai saat ini masih banyak kasus-kasus yang menimpa para TKI di luar negeri, diantaranya kekerasan dan penganiayaan.

Dari segi ideologi, cerpen tersebut menunjukkan bagaimana hak-hak warga Negara harus dilindungi dimana semua warga Negara harus hidup dengan aman dan sejahtera. Seperti yang tertuang dalam butir-butir Pancasila. Sulastri adalah rakyat Indonesia, maka ia juga berhak mendapatkan keadilan sosial sebagai tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri. Tetapi beberapa orang di benua Arab masih banyak yang menanggap jika pembantu sama dengan budak, mereka bertindak semena-mena terhadap pembantu di rumah mereka. Dari cerpen tersebut dapat diketahui jika Sulastri adalah seorang TKI yang tidak beruntung, ia mendapat majikan yang memiliki sifat buruk. Sulastri diperlakukan seperti budak, padahal di Indonesia semua warga Negara memiliki hak yang sama. Seperti dalam kutipan berikut.

“Tak usah takut hai, Budak!” kata Firaun.

“Aku bukan budak.…”

“Ooo…siapa yang telah membayar untuk membebaskanmu? Semua adalah milikku. Semua adalah aku!”

 

Program TKI menjadi salah satu program yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu atau bahkan menjadi sumber kecurangan. Program TKI yang sedang Sulastri ikuti adalah program untuk masyarakat yang bersedia menjadi tenaga kerja di luar Negara Indonesia. Program tersebut menjadi salah satu bentuk kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara mitra.   

Akan tetapi sampai saat ini adanya TKI masih banyak oknum yang menyalahgunakan. Banyak oknum-oknum yang memanfaatkan program TKI untuk keuntungan diri, misalnya melakukan penipuan dalam pendaftaran dengan iming-iming mendapat pekerjaan sebagai TKI. Banyak juga kasus TKI illegal yang masih marak, hal itu karena banyaknya oknum yang berbuat curang. Tidak hanya itu, permaslahan pemulangan dengan jalan deportasi juga menjadi masalah, banyak calo ataupun mafia-mafia yang menawarkan kepada para TKI dengan iming-iming pulang ke Negara Indonesia dengan selamat, mereka harus membayar mahal jasa para mafia tersebut. Namun pada akhirnya mereka hanya mendapat janji manis saja, tanpa adanya bukti. Seperti yang dialami oleh Sulastri, ia telah ditipu oleh oknum yang menjanjikan akan memulangkan ia ke negaranya, tapi pada akhirnya ia tidak juga dipulangkan dan terpaksa harus hidup terlonta-lonta di negeri orang. Seperti dalam kutipan berikut.

Kalau ingin ditangkap dan dideportasi, dia harus bergabung dengan beberapa teman, mengumpulkan uang setidaknya seribu real per orang, lalu diserahkan pada para perantara yang bekerja ala mafia. Para perantara inilah yang akan menghubungi polisi agar menangkap sekumpulan orang yang sudah diatur tempat dan waktunya. Dari seribu real per orang, konon polisi akan mendapat tujuh ratus real per orang, sisanya untuk para perantara. Polisi akan mengirim orang-orang tangkapan ini ke kedutaan dengan surat deportasi. Kedutaanlah yang berkewajiban menerbangkan mereka ke tanah air. Celakanya, ketika uang sudah diserahkan tapi penangkapan tak kunjung tiba. Lebih celaka lagi, para perantara ternyata berasal dari negeri Sulastri sendiri.

Tidak hanya itu, masyarkat juga dimanfaatkan oleh para oknum yang haus kekuasaan. Mereka dibutuhkan hanya saat suara mereka dibutuhkan yaitu pada saat kegiatan pemilu. Janji-janji manis digaungkan, tapi pada akhirnya mereka dilupakan. Dalam cerpen Sulastri juga disebutkan demikian, seperti dalam kutipan berikut.

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, Ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, Ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkan saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

 

Dari cerpen Sulastri dan Empat Lelaki diketahui jika hak asasi manusia sudah seharusnya diperjuangkan. Sulastri adalah seorang pekerja yang memiliki hak asasi manusia dan seharusnya dilindungi oleh negara, apalagi ia bekerja di negeri orang. Berdasarkan cerpen tersebut dapat dikatakan jika tingkat kemiskinan dalam negeri ini masih tinggi, masih banyak masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan yang layak. Mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin lam semakin mahal biayanya, apalagi menghidupi seluruh keluarganya. Seperti Sulastri, ia adalah masyarakat miskin dan harus rela bekerja apapun untuk mendapatkan uang agar bisa mencukupi kebutuhan anak-anaknya, ia akhirnya memutuskan menjadi TKI sebagai pilihannya.

Selanjutnya dari segi budaya. Budaya adalah suatu hal yang ada diantara masyarakat dimana keberadaannya sudah ada dan terbiasa bagu yang memiliki budaya. Budaya positif juga harus dilestarikan, agar tidak hilang tergerus oleh zaman. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dari segi budaya cerpen tersebut sedikit banyak menceritakan kebudayaan masyarakat Jawa yang masih melindungi warisan-warisan leluhur. Penulis menyebutkan salah satu museum di Indonesia yaitu Museum Trinil. Diceritakan dalam cerpen tersebut, bahwa suami Sulastri yaitu Markam adalah seorang penjaga di museum tersebut, tetapi pada akhirnya ia leboh memilih untuk bertapa. Sosok suami Sulastri yaitu Markam yang percaya akan hal-hal mistis. Markam memutuskan untuk bertapa di sungai agar mendapat benda pusaka yang dipercaya mendatangkan keberuntungan atau memiliki kekuatan magis. Kepercayaan yang dianut oleh Markam tersebut adalah kepercayaan yang diturunkan turun-temurun yaitu percaya jika benda-benda disekitar memiliki kekuatan magis. Seperti dalam kutipan berikut.

Tampak ada kuburan yang dirimbuni pepohonan besar. Di sana ada seorang lelaki bertapa menginginkan kehadiran benda-benda pusaka, membiarkan istri dan anak-anaknya jatuh bangun mempertahankan nyawa. Lelaki itu bernama Markam, suami Sulastri.

Di dalam cerpen Sulastri dan Empat Lelaki juga disebutkan tempat dimana Sulastri melarikan diri yaitu Laut Merah. Laut Merah adalah tempat bersejarah bagi umat Islam, diceritakan jika laut tersebut merupakan tempat yang dibelah oleh Nabi Musa saat ia dikejar oleh Firaun dan bala tentaranya. Kisah Nabi musa adalah salah atu dari sekian kisah nabi yang dipercayai oleh umat muslim.

Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki dapat dilihat di https://lakonhidup.com/2011/12/05/sulastri-dan-empat-lelaki/%C2%A0

Komentar

Postingan Populer