KRITIK DAN ESAI SASTRA: PUISI WIDJI THUKUL

 

 

                       Sumber gambar: pinterest



Widji Thukul adalah seorang penyair sekaligus aktivis pada masa Orde Baru. Ia terkenal sebagai salah satu aktivis yang ikut melawan penindasan rezim Orde Baru. Karya-karyanya yang berupa syair-syair berisi perlawanan banyak dikenal hingga sekarang. Namun tragis, sejak tahun 1998 sampai sekarang, Widji Thukul dinyatakan hilang dan tidak diketahui keberadaannya. Berikut dua puisi berjudul Peringatan dan Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu karya Widji Thukul yang legendaris.

 

PERINGATAN

 

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gasat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!

 

 

DI BAWAH SELIMUT KEDAMAIAN PALSU

 

Apa guna punya ilmu

Kalau hanya untuk mengibuli

Apa gunanya banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

Di mana-mana moncong senjata

Berdiri gagah

Kongkalikong

Dengan kaum cukong

Di desa-desa

Rakyat dipaksa

Menjual tanah

Tapi, tapi, tapi, tapi

Dengan harga murah

Apa guna banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

 

Puisi pertama yang berjudul Peringatan menggambarkan bagaimana keadaan yang telah terjadi pada masa rezim Orde Baru berkuasa saat hak dan kebebasan masyarakat secara bertahap telah dibatasi dan tidak ada demokrasi. Widji Thukul ingin memberikan peringatan jika pada masa Orde Baru terjadi banyak pelanggaran-pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh pemerintah. Ia juga mengajak kepada masyarakat untuk bergerak maju dan melawan jika hak asasi manusia telah diabaikan dan kebebasan masyarakat dirampas.

Melalui puisinya tersebut ia memberikan kritikan kepada pemerintah dan memberikan bagaimana kondisi masyarakat saat itu.  Pemerintah seharusnya lebih peduli dan memperhatikan hak-hak dan kebebasan masyarakat untuk memberikan pendapatnya karena masyarakat memiliki hak untuk bersuara jika ada yang tidak beres dalam pemerintahan. Seperti prinsip demokrasi dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat, tetapi pada masa orde baru hak-hak tersebut tidak bisa terpenuhi karena campur tangan dari pemerintah rezim orde baru. Dengan semangat dan keberanian yang ia miliki, Widji Thukul melalui puisi peringatan mengajak siapapun itu untuk melawan ketidakadilan, seperti yang terdapat pada larik /Maka hanya ada satu kata: lawan!/.

Dari puisi tersebut pula kita dapat mengetahui bagaimana ruang gerak rakyat dibatasi oleh aturan-aturan maupun ancaman-ancaman yang yang ada, seperti pada larik /Apabila usul ditolak tanpa ditimbang/Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan/. Widji Thukul memahami keadaan dimana bangsa ini tidak bisa dipimpin dengan cara tirani, karena akan semakin membuat masyarakat kesusahan. Pada akhirnya akan terjadi kekacauan di negeri ini karena hilangnya demokrasi pada masa Orde Baru.

Pada puisi kedua yang berjudul Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu berisi sindiran kepada pemerintah. Wiji Thukul menyuarakan bagaimana ketidak adilan dan penindasan yang di alami oleh rakyat.  Para penguasa saling bekerjasama memeras harta masyarakat dengan cara membodohi mereka. Segala ancaman bahkan dengan menggunakan senjata untuk memaksa mereka yang tidak mau tunduk pada penguasa, seperti pada bait berikut.

Di mana-mana moncong senjata

Berdiri gagah

Kongkalikong

Dengan kaum cukong

Di desa-desa

Rakyat dipaksa

Menjual tanah

Sangat disayangkan para penguasa yang berilmu tidak bisa memanfaatkan ilmunya dengan baik, seperti pada larik /Apa guna punya ilmu/Kalau hanya untuk mengibuli/. Pada larik tersebut menggambarkan bahwa para penguasa menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk hal yang salah, yaitu untuk membodohi masyarakat agar mau menyerahkan tanahnya dengan harga murah, sedang yang lain hanya bungkam acuh tak acuh dengan permasalahan masyarakat. Masyarakat semakin tertindas dan ketidakadilan semakin nyata mereka hadapi.

Dari kedua puisi Widji Thukul di atas, bahasa yang digunakan sangat lugas dan jelas. Hal tersebut melambangkan keberanian, semangat, dan ketegasan yang dimiliki oleh Widji Thukul di mana ia berani mengkritik dan melawan rezim orde baru. Melalui kedua puisi itu juga kita dapat merasakan kesungguhan Widji Thukul yang ingin mengubah negeri ini menjadi negeri yang lebih baik lagi. Pesan yang dapat diambil dari kedua puisi tersebut yaitu kita harus menyadari bahwa negara tidak akan berdiri jika tanpa rakyat dan pemerintahan tidak akan berjalan jika tanpa rakyat. Sehingga membutuhkan keselarasan antara pemerintah dan rakyat. Jika keselarasan tidak ada maka akan terjadi kesenjangan dan kekacauan.

 

 

Komentar

Postingan Populer